Jumat, 15 Agustus 2014

Donat buat Akbar

Saya mencoba menahan dan menyembunyikan tetesan air mata saya yang tak bisa tertahankan lagi, bisa bertemu langsung dengan seorang anak laki-laki yang mulai beranjak dewasa, 16 tahun usianya. Salah satu anak karyawan tempat suami bertugas.
Yang lebih membuat saya lebih terharu lagi adalah peran kedua orang tua yang sangat tulus dan sayang menjaga dan merawatnya dengan telaten, kesabaran tanpa batas membesarkan putra semata wayangnya yang mempunya kelebihan yang Tuhan titipkan kepadanya. Cerita masa kecilnya karena kelalain pihak tertentu atau mungkin Tuhan sudah menggariskannya seperti itu, ada kerusakan permanen dibagian otak yang menyebabkan ia lumpuh sebagian badannya dan melumpuhkan sebagian besar kemampuan motorik halus dan kasarnya, gak tega saya melihatnya.
Pertemuan pertama saya itu dan sampai saat ini saya terus mengingat senyumannya dan suara teriakan riangnya ketika menyambut kedatangan saya. Hanya itu yang mampu ia lakukan senyuman polos bahagia tanpa sepatah kata pun yang bisa ia sampaikan. Hanya duduk didepan pintu rumah yang sangat sederhana dan pintunya selalu dibiarkan terbuka lebar, disana lah tempat favoritnya dan hanya bisa duduk ngeliatin anak-anak yang main didepan rumahnya, ia terus mengamatinya sambil sesekali tersenyum dengan suara yang gak bisa saya mengerti.
Hancur hati saya dan perasaan saya, saya yang begitu egois dan selalu merasa lebih dan baru tersadar kemana kepekaan saya selama ini terhadap orang lain, saya mulai asik dengan hal'hal yang saya anggap pantas saya dapatkan.
ketika bertemu dengannya, menyapanya, memanggil namanya dan dia tersenyum menatap kabur mata saya karena memang gak bisa fokus. Betapa kecil saya dan tak mampu menatapnya lebih lama lagi.
Selalu ada hikmah dan pembelajaran dari hal sekecil dan sesederhana pun, biarlah walau pun terlambat saya bisa mulai lagi buat intropeksi diri dan belajar mawas diri lagi buat hal apa pun.
pembelajaran yang luar biasa buat saya seperti apa itu rasa syukur yang sebenarnya, rasa ikhlas yang setulusnya, mata hati saya mulai terbuka lagi belajar dari " Akbar dan kedua orang tuanya"
Tangannya melambai lemas dan gestur tubuh yang tak sekuat dengan usianya dia bergerak perlahan dan suaranya yang coba ia keluarkan ketika saya pamit dan melambaikan tangan memanggil namanya saat pamit pulang.
" pulang dulu ya Akbar, nanti kuenya ibu titip Bapak dikantor ya...daaaahhh"
Itu janji saya mau buatkan puding coklat yang saya ganti donat dulu, karena belum sempet saya membuatnya. Saya takut ia menunggu lama janji saya itu.
Hari ini sudah saya titipkan satu kotak Donat buat Akbar, mudah-mudahan Akbar senang menerimanya....:)


Allah menyayangi Kamu Nak Akbar...dan insya Allah semua menyayangi Akbar...:)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar